Kamis, 08 November 2012

KATA MEREKA

Mereka membaca dan Mereka menilai BERLAYAR TANPA KOMPAS





“Membaca beberapa lembar awal Novel Berlayar tanpa Kompas ini, saya masih bisa tersenyum dan mengatakan bahwa penulisnya adalah orang yang sakit jiwanya. Namun di lembat-lembar akhir, saya jadi berfikir ulang…. Pembacanya pasti juga sedang sakit jiwanya. Dan ketika mengakhiri membaca novel ini, saya seakan ingin cepat-cepat memberitahu anak perempuan saya yang baru berusia 10 hari “Selamat menempuh Bahtera Kehidupan baru di Dunia yang masyarakatnya sedang sakit ini nak…, jadikan buku ini sebagai petunjuk awal mencari kompas dalam pelayaranmu, ingatlah nak… meski sudah kau dapatkan Kompas itu, kadang angin tak selalu berpihak pada kita. namun kau harus tetap istiqomah”

Atau yang lebih simple :

Ditulis oleh jiwa yang sakit untuk masyarakat sakit jiwa yang suka menjual papan penunjuk arah dibalik punggungnya.”(Je Elysanto, Pencipta Lagu-lagu Genk Kobra)

“Sebuah kisah yang menarik tentang pencarian makna kehidupan di tengah arus budaya modern yang serba membingungkan ini. Bisa menjadi cermin dan pembelajaran yang berguna bagi siapapun yang membacanya”
(Mohammad Zazuli, Penulis Best Seller “Syekh Siti Jenar-Mengungkap Misteri dan Rahasia Kehidupan)

“Pengekangan selalu membutuhkan energi. Pengekangan terhadap masa lalu yang dirasa kelam tak ubahnya menutupi ‘borok’ luka.
Sesaat luka tidak terlihat tapi dalam jangka panjang kita hanya membuatnya semakin bernanah.

Penulis melakukan salah satu langkah pembebasan diri yang luar biasa dari pengekangan batin melalui kejujurannya mengungkapkan kisah hidupnya dalam buku ini. Bukan pekerjaan yang mudah, tapi begitu keberanian terkumpul, apa yang tadinya dianggap aib diri berubah menjadi makna mendalam yang dapat dibagikan untuk memperkaya kehidupan sesama.

Dan pada akhirnya keberanian membuka penutup luka itulah yang akan membawa setiap orang pada penyembuhan diri yang sesungguhnya. Membaca buku ini saya merasa melihat keberanian melenggang dalam alur yang indah.”

(Wahyu Bramastyo, Konselor , Penulis “ Depresi No Way” & “ Biarkan Hujan Menyembuhkanmu”)


“Keseluruhan alur cerita dikemas secara lugas. Ada beberapa bahasa yg kurang dapat dimengerti karena perbedaan faktor budaya. Tapi itu bukan alasan buat ga nikmatin isi cerita. “
(Rumaisya Maharani Ismail, 22th, Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang)

“Wow! Cerita mainstream yg jarang diangkat menjadi cerita dalam novel. Kendala dalam membaca hanyalah bahasa daerah yg diselipkan ke dalam naskah. Emosi cukup termainkan. Bagus!”(Muhammad Jusuf, 22th, Mahasiswa IT  Universitas Bina Nusantara, Jakarta)

“Buku yang luar biasa, masing-masing kisah mengandung muatan perasaannya yang kuat, penggunaan sajak puisi maupun lagu disini semakin memperkuat emosi yang ingin dimunculkan, disisi lain saat mengikuti alur kisah-kisah yang bercerita disini, pikiran kita dijernihkan, sudut pandang kita diajak berkeliling kesisi yang sebelumnya mungkin belum pernah kita datangi dalam memandang suatu hal. Jika anda ingin mengenal suatu langkah yang akan membawa anda pada suatu transformasi, maka buku ini akan menjadi pilihan yang tepat.”
(Leonar Yogi,  Owner  Sekolah Kehidupan , Therapist & Divination Master)

“ Damn! Adalah kata pertama yang muncul di kepala saat selesai membaca tulisan ini. Saya merasa tertampar! Saya tergurui secara psikologis!”
(Patricia Julensky, Mahasiswi Fakultas Psikologi UNISSULA-Semarang)
“Membaca Berlayar Tanpa Kompas adalah kerelaan kita menceburkan diri di laut yang niscaya, kita akan benar-benar tidak bisa bertanya kita akan dibawa kemana.”(Arif Fitra Kurniawan, Penyair dan Penulis dari Komunitas Sastra Semarang ‘Lacikata’ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar